Batu Yang Menggambarkan Hati
Batu
Yang Menggambarkan Hati
فقلناضربوه
ببعضها كذالك يحي الله الموتي ويريكم ايته لعلكم تعقلون(73)
ثم قست قلو بكم من بعد ذالك فهي كالهجارة أو
اشد قسوة وان من الحجارة لما يتفجر منه الانهار وان منها لما يشقق فيخرج منهاماء
وان من لما يهبط من خشيت الله وما الله بغافل عما تعملون(74)
“Lalu kami berfirman, “Pukullah mayat itu
dengan bagian dari sapi itu.”demikianlah Allah menghidupkan orang yang telah
mati, dan dia memperlihatkan kepadanu
tanda-tanda kekuasaanya agar kamu mengerti.”
“Kemudian
setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal
dari batu itu pasti ada sungai-sungai yang airnya memancar daripadanya. Dan ada
juga yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah, dan Allah tidak lengah
terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Qur’an surat Al- baqarah ayat 73 merupakan tentang sebuah keajaiban
atas izin Allah yang dapat dipahami oleh akal manusia, segala bentuk
mukjizatnya, harusnya membuat manusia luluh atas kebesaran-Nya. Tapi kemudian,
pada ayat selanjutnya dijelaskan, ثم قست قلو بكم.
Allah
bertanya “Mengapa kamu tidak mengerti?”, hal ini menunjukan Logika. Kemudian
Allah membicarakan tentang Hati. Ada apa antara logika dan hati?. Didalam
bahasa arab, logika itu aql, yang memiliki arti mengikat sesuatu,
berbeda dengan iqol, yaitu tali yang diikat dikepala.
Al-Qur’an
membahas psikologi manusia, itu sesuatu yang berasal dari logika? Atau hati?.
Berdasarkan makna aql diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adalah
bertujuan sebagai sarana pengendalian. Ketika hari menginginkan sesuatu,
dikendalikan oleh logika, itulah mengapa ketika emosi melanda, entah perasaan
takut, sedih, marah yang menggebu-gebu, pikiran tidak bisa mencerna segala
sesuatu dengan jernih.
“Sebelum hati terkendali, kamu tidak bisa berfikir dengan baik”.
Terdapat perbedaan antara logika manusia dan hati. Logika manusia
terus berkembang. Dari usia 4 tahun, mulai mempelajari sesuatu hal baru,
belajar lagi, mempengaruhi kecerdasan, logika, semakin bertambah usia maka
semakain banyak yang diipelajari, semakin matang juga logika, kedewasaan. Maka
kenapa itulah logika terus bertumbuh dan dewasa.
Berbeda dengan hati, hati tidak mengalami pendewasaan dan tumbuh ,
melainkan dia berubah-ubah. Sering kita mendengar tausiyah tentang taqwa, entah
di majelis ilmu, masjid, sekolahm, atau yang lainnya. Secara sadar logika kita
bebricara “aku sudah mengetahui tentang itu”. Tapi disini bukan logika yang
membutuhkan, melainkan adalah hati.
Penggambaran Al-qur’an tentang psikologi manusia. Antara hati dan
logika, seharusnya adalah hati sebagai pengemudi, hati yang mengendalikan,
tetapi kemudian Allah berbicara dalam Q.S albaqarah ayat 74 mengenai hati yang
menjadi keras. Kita tahu dalam sejarah para nabi bahwa orang-orang Bani Israil
merupakan orang dengan kecerdasan yang luar biasa. Mereka mengerti apa yang
Allah turunkan, paham sekali, mereka tahu apa yang menjadi kebenaran, mereka
mengganti Al-kitab setelah mereka mengetahui kebenarannya.
Dalam hadist diceritakan ada seorang rahib yahudi yang menyuruh
anaknya pergi menemui Nabi Muhammad SAW. Menanyakan ini dan itu perihal
kenabiannya. Kemudian setelah kembali sang ayah bertanya ”Apa yang kamu
dapatkan?” . “kebenaran bahwa dia adalah seorang Nabi terakhir yang harus kita
ikuti.” Tapi kemudian mereka bersumpah untuk tidak mengikuti Nabi Muhammad
SAW. Dari hal ini sebenarnya apa yang
menjadi masalah? Hati, atau Logika.
Dalam Q.S Al-Baqarah ayat 74 berbicara mengenai hati yang menjadi
keras seperti batu. Hal yang menarik adalah, batu disitu bukan hanya sekedar
batu, melainkan tentang manusia. Terdapat tiga jenis batu yang menggambarkan
tiga hati manusia. Pertama, Manusia yang cerdas, pemikir,sehingga ketika
dibacakan ayat Al-qur’an kepadanya, dia akan menarik kesimpulan, ketika hatinya
baik, batu yang menggambarkan hati seperti ini akan mengalir deras darinya air
begitu saja. Salah satu pemilik hati seperti ini adalah Abu bakar As-Shidiq. Air
yang mengalir deras adalah Iman yang ada didalam hati.
Kedua, orang yang teralihkan terhadap dunia, sibuk dengan urusan
dunianya. Apakah hatinya termasuk hati yang keras? Belum tentu. Ya, memang
orang ini sangat sibuk dengan urusan dunianya, teralihkan dengan urusan
dunianya, dan harus ada sesuatu yang terjadi agar mendapat perhatiannya. Harus ada
yang bisa memukul batu itu, agar retak, dan mengalirlah air dengan deras. Hatinya
harus terguncang terlebih dahulu, agar air yang berada dialamnya keluar dan
memancar dengan deras. Harus ada kejadian yang mengguncang. Umar bin Khattab
mengalaminya, karena kejadian berdarah yang mengguncang hatinya, Beliau masuk
Islam.
Batu yang ketiga adalah batu yang jatuh akibat rasa takut kepada
Allah SWT. Allah ibaratkan seperti tanah longsor. Banayak sekali, namun tak ada
air sama sekali. Air disini adalah ibarat iman manusia. Logikanya memerima dan
tunduk, namun tak ada iman dalam hatinya, tak ada penerimaan dari hati. Inilah yang
disebut Islam tanpa Iman. Orang-orang yang tergolongnya adalah orang-orang yang
tak dapat merasakan manisnya iman didalam hati. Pertanyaan besar yang seharusnya selalu
terbersit pada hati kita adalah, batu yang mana yang menggambarkan hati kita
saat ini? Apakah kita termasuk orang yang beriman yang akan selamat dari fitnah akhir zaman? Atau
kita berada pada posisi terburuk Iman?, apakah kita sudah merasakan bagaimana
manisnya Iman?. Tentu pertanyaan itu akan terjawab dengan melihat hati masing-masing.
Semoga
kita termasuk orang-orang yang dapat mempertahankan iman sampai akhir hayat kita,
semoga Allah tidak membiarkan hati kita bertambah keras, semoga Allah
senantiasa membimbing hati kita tetap atas dalam tuntunan-Nya..
Wallahu
a’lam…
Posting Komentar
0 Komentar